Hadits dhaif (lemah) ada beberapa macam. Al Hafizh Ibnu
Hibban membagi hadits dhaif dalam banyak jenis, beliau menyebutkan 49 jenis
hadits dhaif. Namun, pada hakikatnya, hadits dhaif terbagi menjadi dua
Syaikh Abdul Aziz bin
Baz rahimahullah
Hadits dhaif (lemah) ada beberapa macam. Al Hafizh Ibnu
Hibban membagi hadits dhaif dalam banyak jenis, beliau menyebutkan 49 jenis
hadits dhaif. Namun, pada hakikatnya, hadits dhaif terbagi menjadi dua:
1.
Hadits dhaif yang bisa menjadi bahan i’tibar1.
Menurut At Tirmidzi dan jama’ah ahli hadits, ini disebut hadits hasan.
2.
Hadits dhaif yang tidak bisa menjadi bahan
i’tibar dan tidak bisa menjadi hujjah karena kelemahannya sangat berat. Ini
disebabkan ada perawinya yang muttaham bil kadzab (tertuduh pendusta), atau fahisyul
ghalath (terlalu sering salah), atau terdapat inqitha (keterputusan sanad) di
dalamnya, atau irsal sedangkan ia tidak memiliki mutaba’ah2 atau syahid3, atau
yang semisalnya.
Dan hadits hasan menurut definisi Abu Isa At Tirmidzi
adalah:
“hadits yang ringan dhabt para
perawinya, diriwayatkan dalam dua jalan atau lebih, tidak terdapat perawi yang
muttaham bil kadzab di dalamnya, tidak terdapat syudzudz4, tidak munqathi,
tidak terdapat illah qadihah5”
Maka hadits yang semacam ini bisa menjadi hujjah sebagaimana
hadits shahih, menurut para ulama.
Para ulama terdahulu membagi hadits hanya dua macam saja:
hadits shahih dan hadits dhaif. Makna dari hadits hasan tercakup dalam hadits
shahih. Kemudian setelah itu, At Tirmidzi dan beberapa ahli hadits lainnya
membagi hadits menjadi tiga: hadits shahih, hadits dhaif dan hadits hasan. Maka
hadits hasan di sini mereka maknai sebagai hadits yang ringan dhabt perawinya
namun disertai bagusnya keadaan komponen lainnya, yaitu bagus ‘al adalah dari
perawinya, muttashil (bersambung), tidak ada syudzudz dan illah. Maka hadits
yang seperti ini bisa menjadi hujjah, dan ia lebih baik dari pendapat orang dan
dari qiyas. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad radhiallahu’anhu.
Hadits dhaif yang mutamasik (baca: hadits hasan), bisa
dijadikan hujjah dan ia lebih baik dari pendapat-pendapat orang. Karena ia
adalah hadits yang bersambung sanadnya, tidak ada illah, tidak ada syudzudz,
hanya saja satu atau sebagian perawinya tidak sempurna kualitas dhabt-nya.
Bahkan terkadang ada yang memiliki kekurangan dari segi hafalannya, namun tidak
sampai tergolong fahisyul ghalath (terlalu sering salah), hanya saja terdapat
wahm dan beberapa kesalahan.
Sumber: muslim
0 komentar:
Posting Komentar